Tanggal 13 Juni 2012 lalu, Presiden SBY menunjuk dr. Nafsiah Mboi, SpA, MPH sebagai Menteri
Kesehatan 2012–2014 menggantikan Almarhumah dr. Endang Rahayu
Sedyaningsih, MPH, Dr.PH. Tak berselang lama dari penunjukan tersebut, muncul berbagai hujatan yang kontroversial terhadap kebijakan beliau, menteri kesehatan, terhadap masalah kondom, HIV/AIDS, aborsi, seks dan pergaulan bebas hingga rokok dan berbagai keterkaitan antara items tersebut.
Tidak mengherankan memang, buat seseorang yang sudah berpengalaman bertahun-tahun dibidang tersebut untuk segera speak up tentang ide-idenya, beberapa hari setelah pengangkatannya sebagai orang no.1 di departemen kesehatan. Bu Mboi ini mungkin sudah memikirkan ide-ide tersebut jauh sebelum pengangkatannya tersebut, ndilalahnya, beliau diangkat sebagai menteri kesehatan, dan meledaklah uneg-uneg dan ide-ide tersebut, yang sudah terpendam sejak lama.
Kalau melihat dari permasalahannya, sebenarnya penggunaan kondom sebagai salah satu item pencegahan penularan penyakit akibat seks (bebas ataupun tidak) memang sudah dijalankan dan dikampanyekan sejak lama. Faktanya memang kondom adalah salah satu item kok, ga bisa dibohongi atau disangkal. Tapi, itu kan hanya salah satu dari berbagai item yang terkait dengan permasalahan ini. Yang kebetulan baru-baru ini (katanya) dikampanyekan. There are lots of aspect, kalau membicarakan masalah seks bebas, HIV/AIDS, aborsi dan sebagainya. Akan lebih baik lagi bagi Bu Mboi untuk membawa permasalahan ini menjadi permasalahan Negara dan Rakyat, jadi bukan masalah kesehatannya saja.
Mendesak hal ini menjadi permasalahan sosial, pendidikan, bahkan keuangan, melihat bahwa dampak dari HIV/AIDS dan aborsi tersebut adalah terancamnya kelanjutan kehidupan Indonesia dan Dunia di masa depan. The truth is, masalah HIV/AIDS, aborsi dan pergaulan bebas adalah masalah dunia, bukan cuma Indonesia.
Kalau dilihat dari segi kesehatan, apa sih yang dapat kita lakukan lebih dari mempercayai data statistik? mau gimana lagi? benar atau tidak, akurat atau tidak, statistik adalah salah satu elemen yang kita gunakan untuk bergerak dan membuat program kerja. Sayangnya, masalah HIV/AIDS, aborsi dan rokok ini hanya gencar di bidang kesehatan saja (entahlah, mungkin dibidang lain juga gencar dibicarakan, tapi memang orang yang speak up cenderung mendapat perlawanan dan dilema-dilema karena masalah ini terkait masalah agama, etika, politik, budaya dan sebagainya)
Sebenarnya yang dikontroversikan oleh banyak pihak, kemarin, adalah pemilihan kata-kata yang kurang tepat, also waktu yang tidak tepat, yaitu
kampanye kondom. Jadi pada marah deh itu orang-orang, khan. Akan lebih baik lagi jika yang dikampanyekan (
dari segi kesehatan) adalah bahwa
kondom itu tidak 100% mencegah penularan HIV/AIDS,
belum tentu juga bisa mengurangi angka aborsi, dan belum tentu juga orang yang rutin seks bebas mau pake kondom (iyha ga sihh? pernah denger ga sih kalo pake kondom itu ga enak?? ahahaha). Dan ga yakin juga kalo ada kampanye kondom :
1. akan benar-benar digalakkan, bagaimana justru jika akses kondom yang terlampau mudah justru akan memacu orang untuk seks bebas, ingat-ingat kejahatan terjadi bukan karena ada niat, tapi karena ada kesempatan. Nah lho.
2. akan terdengar sampai pelosok daerah yang komunitas masyarakatnya
less educated dan
less atracted tentang masalah ini, yang dimana justru kasus peredaran HIV/AIDS disini seperti fenomena gunung es, also juga kasus aborsi. #sedih
Gimana lagi, sepertinya kampanye kondom, jika digencarkanpun, hanya akan berakhir di televisi (yang akan segera hangus oleh berita penangkapan X,Y dan Z atas dugaan korupsi), twitwar, kaskus, kompasiana dan social media lainnya. Tapi apa hikmah dibalik ini, siapa-siapa yang pernah baca, ikut komen, ikut setuju atau tidak setuju, jelas membawa beban dan amanah untuk ikut serta mencegah dan mengkampanyekan pencegahan HIV/AIDS, aborsi, rokok, drugs, pergaulan bebas dan teman-temannya.
Siapapun anda, guru, orang tua, petugas kesehatan, petugas kecamatan, mahasiswa, blogger,ah siapalah. HIV/AIDS dan teman-temannya, termasuk rokok adalah masalah pendidikan, sosial, agama, politik dan budaya, bukan cuma masalah kesehatan saja. Jadi ini adalah PR bersama berbagai pihak (multidiciplinary aspect).
Untuk bu dr. Nafsiah Mboi, SpA, MPH, selamat menjalankan tugas sebagai menteri kesehatan. Kami mempercayakan sepenuhnya kepada anda. Semoga Allah SWT selalu melindungi bangsa ini. Amin.
NB :
Sebagai petugas kesehatan, saya beberapa kali menemukan kasus yang dilematis seperti ini, karena bidang kesehatanlah, yang justru hanya mendapatkan dampaknya saja. Kasus yang sering kali saya temui :
1. Di instalasi gawat darurat, terbaring seseorang yang sudah terminal stage, dengan penurunan kesadaran akibat multi organ infection karena sistem kekebalannya sudah sangat minimal
2. Di instalasi gawat darurat, datang seorang ibu sangat muda yang mau melahirkan, terlihat resah dan takut menghadapi persalinan, karena usianya yang sudah subur tapi mentalitasnya belum matang. Sang bidan sibuk mengurus dan membantu administrasi sang ibu yang belum resmi menjadi seorang istri, ah gimanalah pokoknya bisa masuk
jampersal
3. Masih di IGD, datanglah seorang remaja muda dengan perdarahan dari jalan lahir belum diketahui penyebabnya, eh pregnancy test positif #statusabortus
4. Ibu-ibu muda membawa bayinya yang kecil nan mungil ke IGD dengan keluhan perut membuncit dan anak demam serta rewel. Ternyata usia 30 hari sudah diberikan makanan pisang, padahal sang ibu juga mengaku telah diberitahu bidan untuk tidak memberi makanan tambahan pada bayi usia kurang dari 6 bulan, apalagi masih bayi. Apa hubungannya dengan HIV/AIDS dan aborsi? Ga sih, hanya saja, betapa sulitnya mengedukasi masyarakat dengan pendidikan yang rendah, yang masih banyak terdapat dibelahan bumi Indonesia.
Masih banyak lagi dampak dari bidang kesehatan yang pasti banyak ditemui di instansi kesehatan, dan kebanyakan yang saya lihat (subyektif pengalaman pribadi) mereka adalah yang
muda,
less educated, dan
berada di garis kemiskinan, yang tidak mengerti bahwa jika tidak haid lebih dari sebulan, adalah mungkin hamil, yang mungkin juga tidak mengerti bagaimana memakai kondom dan malu untuk membelinya, yang kalaupun tahu, mereka mungkin diam dan takut, dan juga yang tidak tahu bahwa pergaulan bebas itu sama sekali
tidak keren.
With love, Moli