Dua hari yang lalu, 21 April, merupakan hari yang diperingati sebagai hari Kartini. Sosok Kartini dianggap sebagai sosok yang wanita yang mengingatkan kita dengan emansipasi, pendidikan dan kesetaraan gender. Kartini berpikir dengan cara yang berbeda. Kartini menulis, bersekolah dan mengenyam pendidikan serta kehidupan sosial, berbeda dengan kebanyakan wanita pada jamannya. Sosok Kartini menjadi idola bagi para penganut feminisme dan liberalisasi perempuan.
Saya agaknya merasa ngeri dengan terminologi feminisme dan liberalisasi wanita. Menurut saya, terminologi itu terdengar keras dan menyimpang dari apa yang dahulunya diperjuangkan, semoga asumsi saya tidak benar. Yang ada pada bayangan Saya ketika mendengar kata-kata tersebut adalah wanita-wanita yang speak up yang menginginkan kesetaraan hak dengan laki-laki dalam segala aspek kehidupan; politik, seksual, sosial dan intelektual. Aplikasi dari teori ini belum sepenuhnya Saya ketahui. Dari beberapa bacaan, Saya melihat bahwa kecenderungan feminisme adalah kesetaraan gender, emansipasi dan gerakan untuk meninggalkan sistem patriarkal dalam kehidupan berkeluarga. Mungkin tidak hanya itu, ada yang mau menambahkan?
Gerakan kesetaraan gender, menurut Saya, dalam aplikasinya, tidaklah selalu hal yang menyimpang. Sejarah dari pergerakan kaum perempuan di Indonesia dipelopori oleh sosok Kartini yang menginginkan kesetaraan gender, khususnya dalam bidang pendidikan dan kehidupan sosial. Sejarah pun mencatat adanya jejak-jejak perjuangan kaum perempuan yang mempunyai niat dan tujuan sangat luhur. Kongres Perempuan Indonesia, 1928 menghasilkan suatu kesepakatan untuk memperjuangkan sekolah bagi anak perempuan, tunjangan kepada janda dan anak-anak pegawai negeri Indonesia, beasiswa bagi perempuan dan pemberantasan perkawinan anak-anak. Sungguh tujuan yang mulia, memperjuangkan hak perempuan yang sebelumnya tidak didaptkan oleh perempuan pada jaman itu.
Gerakan feminisme, saat ini terkadang menginginkan sesuatu yang lebih. Ajakan meninggalkan sistem patriarkal merupakan suatu penyimpangan dari apa yang menjadi kodrat perempuan. Kodrat ini datangnya bukan dari Arab, bukan dari bualan-bualan ajaran Islam tapi sesungguhnya berdasarkan perbedaan mendasar, secara fisik dan kemampuan lain, antara perempuan dan laki-laki. Ya, kebanyakan gerakan feminisme anti terhadap kebudayaan Arab yang mengatur mengenai perempuan. Saya tidak ingin menyinggung bagaimana kebudayaan Arab dan ajarannya tentang perempuan, namun lebih mengenai perempuan dan kehidupannya menurut perspektif saya.
Saat ini, Saya belum pernah mendengar sama sekali bahwa seseorang tidak dapat mengenyam pendidikan di Indonesia karena gendernya adalah perempuan. Hal ini merupakan buah hasil kerja yang dipelopori Kartini dan gerakan-gerakan kaum perempuan. Lalu apa yang sekarang dikhawatirkan pihak perempuan pro feminisme? Pekerjaan rumah tanggakah? melahirkankah? Poligamikah? kekerasan rumah tangga?
Some point are relevant, some arent. Pekerjaan rumah tangga seperti mencuci piring, membereskan rumah, memasak, merawat anak sepertinya dipandang sebagai suatu pekerjaan yang rendah, sehingga beberapa perempuan merasa bahwa bukan hanya perempuan yang bertugas untuk mengerjakan tugas tersebut. Yang salah disini adalah asumsi publik. Pekerjaan rumah tangga bukanlah hal yang rendah, melahirkan memang menyakitkan tapi bukan juga suatu penyiksaan terhadap perempuan. Perempuan harus sekolah! karena mendidik anak dan generasi bangsa memerlukan suatu sosok yang berpendidikan.
Sungguh, perempuan merupakan sosok yang indah! A wife is the greatest one behind the great husband. "Behind" disini bukanlah sesuatu yang rendah, bukan sesuatu yang tidak setara. Justru hal inilah yang mengagumkan. Islam justru sangat mengagungkan sosok perempuan. Perempuan dianggap lebih baik untuk tidak mengerjakan yang pekerjaan lebih berat dibandingkan laki-laki, bukan karena tidak mampu, namun karena perempuan sangat dihormati.
Men are from Mars and Woman are from Venus. They are different from any side. Mereka tidak bisa disejajarkan, because they arent same, namun bukan berarti tidak dapat diharmoniskan. Yang diperlukan saat ini bukanlah kesetaraan gender namun bagaimana mengharmoniskan kedua makhluk yang sangat berbeda dan saling memahami fungsi-fungsi yang dijalankan perempuan dan laki-laki dalam berbagai aspek kehidupan.
Selamat Hari Kartini!
Semoga perempuan dan laki-laki dapat saling hidup harmonis, menjadi team work yang baik dalam kehidupan berkeluarga dan berkehidupan sosial.
Saya agaknya merasa ngeri dengan terminologi feminisme dan liberalisasi wanita. Menurut saya, terminologi itu terdengar keras dan menyimpang dari apa yang dahulunya diperjuangkan, semoga asumsi saya tidak benar. Yang ada pada bayangan Saya ketika mendengar kata-kata tersebut adalah wanita-wanita yang speak up yang menginginkan kesetaraan hak dengan laki-laki dalam segala aspek kehidupan; politik, seksual, sosial dan intelektual. Aplikasi dari teori ini belum sepenuhnya Saya ketahui. Dari beberapa bacaan, Saya melihat bahwa kecenderungan feminisme adalah kesetaraan gender, emansipasi dan gerakan untuk meninggalkan sistem patriarkal dalam kehidupan berkeluarga. Mungkin tidak hanya itu, ada yang mau menambahkan?
Gerakan kesetaraan gender, menurut Saya, dalam aplikasinya, tidaklah selalu hal yang menyimpang. Sejarah dari pergerakan kaum perempuan di Indonesia dipelopori oleh sosok Kartini yang menginginkan kesetaraan gender, khususnya dalam bidang pendidikan dan kehidupan sosial. Sejarah pun mencatat adanya jejak-jejak perjuangan kaum perempuan yang mempunyai niat dan tujuan sangat luhur. Kongres Perempuan Indonesia, 1928 menghasilkan suatu kesepakatan untuk memperjuangkan sekolah bagi anak perempuan, tunjangan kepada janda dan anak-anak pegawai negeri Indonesia, beasiswa bagi perempuan dan pemberantasan perkawinan anak-anak. Sungguh tujuan yang mulia, memperjuangkan hak perempuan yang sebelumnya tidak didaptkan oleh perempuan pada jaman itu.
Gerakan feminisme, saat ini terkadang menginginkan sesuatu yang lebih. Ajakan meninggalkan sistem patriarkal merupakan suatu penyimpangan dari apa yang menjadi kodrat perempuan. Kodrat ini datangnya bukan dari Arab, bukan dari bualan-bualan ajaran Islam tapi sesungguhnya berdasarkan perbedaan mendasar, secara fisik dan kemampuan lain, antara perempuan dan laki-laki. Ya, kebanyakan gerakan feminisme anti terhadap kebudayaan Arab yang mengatur mengenai perempuan. Saya tidak ingin menyinggung bagaimana kebudayaan Arab dan ajarannya tentang perempuan, namun lebih mengenai perempuan dan kehidupannya menurut perspektif saya.
Saat ini, Saya belum pernah mendengar sama sekali bahwa seseorang tidak dapat mengenyam pendidikan di Indonesia karena gendernya adalah perempuan. Hal ini merupakan buah hasil kerja yang dipelopori Kartini dan gerakan-gerakan kaum perempuan. Lalu apa yang sekarang dikhawatirkan pihak perempuan pro feminisme? Pekerjaan rumah tanggakah? melahirkankah? Poligamikah? kekerasan rumah tangga?
Some point are relevant, some arent. Pekerjaan rumah tangga seperti mencuci piring, membereskan rumah, memasak, merawat anak sepertinya dipandang sebagai suatu pekerjaan yang rendah, sehingga beberapa perempuan merasa bahwa bukan hanya perempuan yang bertugas untuk mengerjakan tugas tersebut. Yang salah disini adalah asumsi publik. Pekerjaan rumah tangga bukanlah hal yang rendah, melahirkan memang menyakitkan tapi bukan juga suatu penyiksaan terhadap perempuan. Perempuan harus sekolah! karena mendidik anak dan generasi bangsa memerlukan suatu sosok yang berpendidikan.
Sungguh, perempuan merupakan sosok yang indah! A wife is the greatest one behind the great husband. "Behind" disini bukanlah sesuatu yang rendah, bukan sesuatu yang tidak setara. Justru hal inilah yang mengagumkan. Islam justru sangat mengagungkan sosok perempuan. Perempuan dianggap lebih baik untuk tidak mengerjakan yang pekerjaan lebih berat dibandingkan laki-laki, bukan karena tidak mampu, namun karena perempuan sangat dihormati.
Men are from Mars and Woman are from Venus. They are different from any side. Mereka tidak bisa disejajarkan, because they arent same, namun bukan berarti tidak dapat diharmoniskan. Yang diperlukan saat ini bukanlah kesetaraan gender namun bagaimana mengharmoniskan kedua makhluk yang sangat berbeda dan saling memahami fungsi-fungsi yang dijalankan perempuan dan laki-laki dalam berbagai aspek kehidupan.
Selamat Hari Kartini!
Semoga perempuan dan laki-laki dapat saling hidup harmonis, menjadi team work yang baik dalam kehidupan berkeluarga dan berkehidupan sosial.
0 comments:
Post a Comment